Dialog ringan dengan Apoy Band Wali Oleh : Babay Suhendri
Tugas malam ini, Jumat 15 Mei 2015 akan sangat melelahkan. Setelah 2 hari lalu saya menyelesaikan tugas sebagai Organizing Comitee (Panitia Pelaksana) Musda XIII KNPI Kab. Serang.
Perjalanan pun dimulai dari "rumah perjuangan", tempat dimana saya tinggal menuju bandar udara Internasional Soekarno Hatta. membutuhkan waktu 1,5 jam dengan jarak tempuh sekitar 70km untuk sampai ke bandara.
kali ini diantar oleh Mang Rombeng, kawan yang selalu saya mintai tolong untuk antar ke bandara.
Setibanya di Terminal 2F saya langsung menuju ke Layanan Garuda untuk mencetak tiket yang sudah dipesan online. Cukup dengan menunjukkan kode booking dari sms yg telah diterima di hp saya. kemudian pencetakan dilakukan oleh petugas secara cekatan, lembaran tiketpun saya terima. lalu saya bergegas masuk ke ruang keberangkatan.
Setelah melewati petugas pemeriksaan, sayapun langsung menuju layanan Boarding Pass untuk mencetak kartu boarding (sebagai tanda terdaftar dalam penerbangan). kemudian proses dilanjutkan menuju ruang tunggu pesawat, kali ini di Gate F6.
Menunggu (boarding) memang pekerjaan yang membosankan. Tapi masih lebih beruntung daripada meskapai penerbangan tetangga yg suka delay. meski harus pindah ke Gate F4 untuk menuju pesawat, boarding pun dibuka kurang lebih jam 23.25.. tidak jauh dari yang dijadwalkan.
Sambil mendengarkan Petugas mengumumkan agar penumpang segera memasuki pesawat GA640 tujuan Ambon, saya menuju ke toilet. pada saat menuruni tangga, saya berpapasan dengan orang yang wajahnya pernah saya kenal. Saya tidak yakin apakah yang saya lihat adalah Apoy gitaris Band Wali. Karena begitu cepat, sy pikir "ya sudah lah.."
Selesai buang air kecil saya langsung menuju antrian. betul saja, disana saya jumpai Faank vokalis grup band Wali. sayapun beranikan diri menyapanya, "Faank ya..?". "betul", Faank menjawab sambil tersenyum. lantas saya spontan memintanya, "boleh ambil gambar..?". faank menjawabnya "nanti saja ya, ga enak lagi antri.."
Mendengar jawaban Faank vokalis grup band Wali itu sayapun secara responsif menjawab, "oww.. ok!, gapapa..". sayapun mengambil posisi antrian untuk pemeriksaan terakhir.
Setelah petugas merobek kartu boarding pass, sayapun menuju eskalator untuk turun menuju shelter, bus yang mengantar penumpang dari gedung bandara menuju ke pesawat.
lagi-lagi situasi kerumunan menyulitkan saya untuk sekedar foto-foto. sambil berfikir "malu juga sama kawan saya pak Akhmad Supriyatna soal berfoto dengan artis ini..",
akhirnya saya mengurungkan niat untuk berfoto dengan vokalis Band Wali.
Antrian (yang tidak tertib) pun terjadi di pintu masuk shelter bus. Saya harus berhimpitan dengan bodyguard artis. Namun demikian akhirnya sampai juga menaiki bus meski harus berdiri.
Di dalam bus, tidak disangka-sangka dihadapan saya persis, ada Apoy gitaris wali. Eitt.. tunggu dulu, jangan bayangkan saya histeris seperti ABG saat ketemu pujaannya. Saya cukup nampu mengendalikan emosi.. bahkan saya berfikir, dalam situasi ini mereka sama dengan saya. satu bus, dan satu pesawat kelas ekonomi..
Entah siapa yang salah tingkah, saya atau Apoy dalam posisi berhadapan itu. Akhirnya saya berinisiatif untuk memulai obrolan. "Mau konser kemana..?" tanya saya. "ke Pulau Seram", Apoy menjawab sambil memastikan ke asistennya. "Oh.., oya suka kunjung ke Rangkasbitung..?", saya tanya basa basi. "lama juga saya tidak kesana.." jawabnya.
Obrolan kecil antara saya dengan Apoy gitaris Wali pun terjadi, mulai dari bahasan soal Rangkasbitung hingga pasar Rau.
Menutup perbincangan itu, saya sedikit berbisik ke Apoy. "Topinya bagus, masih ada lagi ga..?" saya bertanya sambil "ngarep" topi bertuliskan "Wali" itu diberikan ke saya. "Waduh.., ga ada lagi ha..ha.." Apoy menjawab sambil ngakak. Seraya sayapun ketawa. "ha..ha.., mbo ya kalo sama fans jangan cuma lempar "vick" aja. sesekali lempar topi juga dong, pasti saya terima dah.. he..he..". saya berkelakar. (vick untuk sebagian orang menyebutnya klaber, alat untuk mencabik gitar)
Tidak begitu lama dari obrolan itu shelter bus yang kami tumpangi pun tiba di depan pesawat. satu per satu penumpang pun turun dari bus. jalan sedikit sudah sampai ke tangga naik pesawat. beginilah caranya kalo kita menuju ke dalam pesawat tidak melalui "garbarata", jembatan penghubung dari ruang tunggu menuju pesawat.
di lorong pesawat itu kami pun berpisah. Apoy, Faank dan kawan-kawannya duduk persis bersebelahan dengan kelas bisnis. sementara saya jauh di belakang di kursi 44A. ya, dua baris jaraknya dari ekor pesawat.
tidak lama saya duduk di kursi itu, seorang ibu menegur saya. dengan logat Ambonnya yang kental mengatakan "bapak.., bolehkah saya be'rtukar kursi?. bapak bisa duduk di kursi 44J, dan saya duduk di kursi bapak. ya agar saya bisa duduk be'rsama keluarga. mohon maaf, khawatir bapak te'rganggu.." ibu itu bicara dengan santun sambil sesekali melirik ke anaknya usia 5 tahunan yang tampak berkebutuhan khusus. Akhirnya saya pun pindah kursi.
Benar saja yang disampaikan ibu anak itu. selang beberapa saat anak itu mengerang, bahkan berteriak-teriak dengan ucapan yang tidak begitu jelas. sepertinya sedang berkomunikasi. sementara itu ibunya mencoba memahami apa yang diinginkan anaknya. dari seberang anak itu duduk, saya melihat dari paras wajahnya memang jelas anak itu mengalami Tuna Grahita. (soal Tunagrahita ini tidak saya ceritakan panjang. cari di om Google aja ya..)
Situasi pun mulai tenang saat pesawat sudah lepas landas. waktu tengah malam, suhu didalam pesawat mencapai 18 derajat celcius, membuat sebagian orang mulai kedinginan dan terkantuk-kantuk. Sementara tampak dari jendela, diluar angkasa sana cukup gelap. tidak ada pemandangan apapun.
Saat suasana dalam pesawat begitu hening, hanya pramugari yang sesekali hilir mudik memeriksa penumpang untuk memastikan kebagian selimut dan bantal. Sayapun kembali teringat kejadian di antrian boarding tadi. ya, saat ketemu dengan Apoy dkk.
Saya hanya bisa membayangkan. mereka mungkin tidak pernah meramalkan sesukses seperti sekarang. ya, mungkin mereka sama halnya dengan saya dulu saat remaja. suka bergaul, pernah di pesantren, gandrung terhadap musik, bermain band dll.
saya juga membayangkan, mungkin saja mereka dulu sama halnya dengan saya. ketika bermain musik di Chewing Gum band dengan personil saya, Deus, Nana dan Arland. ketika gandrung dengan musik Britpop, atau sesekali memainkan lagu "seek and destroy" nya Metallica, "shine" nya collective soul dll. ya, seperti halnya saya dan kawan-kawan harus latihan di studio yang selalu berpindah tergantung pada kocek. harus mengikuti dari festival satu ke festival lainnya, dari panggung ke panggung.
ya, saya membayangkan kegandrungannya terhadap musik menyatukan mereka. keseriusannya menekuni hobinya memainkan alat musik dan menyanyi bisa membuat mereka seperti sekarang.
kita bisa lihat mereka saat konser atau tayang di tv. tidak pernah tampak sedikitpun dari mereka sedang bekerja sekedar mengais rezeki. kita hanya bisa menonton mereka bermain, menyalurkan hobinya, melakukan kegandrungannya. ya, kita bisa lihat dari ekspresinya, semua dilakukan karena senang dan hobi. hobinya yang dibayar, membawa berkah bagi banyak orang.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
Akhir tulisan diselesaikan di kamar Victory Guest Host no 204, Kota Ambon, 17 Mei 2015.
Copyright (C) 2015 Babay Suhendri
1 comments:
a.copyrig yg di bawah di ganti taun nya a.
Post a Comment